5 Biang Kerok Penyebab Kegagalan TPM dan Bagaimana Mengatasinya!

TPM adalah metodologi lean yang powerful untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersediamesin, proses, dan prosedur serta karyawanuntuk meningkatkan produksi dan memastikan kualitas produk. Manfaat dan keuntungan finansial yang ditawarkan TPM sangat besar, namun sayangnya ini bukanlah metodologi termudah untuk diterapkan. Apa saja tantangan implementasi TPM dan bagaimana mengatasinya? Simak beberapa tips dari pakar TPM berikut ini.

Total Productive Maintenance (TPM) adalah metodologi lean manufacturing yang digunakan untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia, seperti mesin, proses, dan prosedur serta karyawan Anda, untuk meningkatkan produksi dan memastikan kualitas produk.

Sederhananya, ini adalah proses melibatkan karyawan dalam memelihara peralatan mereka sendiri, sambil menekankan teknik pemeliharaan proaktif dan preventif. Dengan TPM, kita berupaya untuk memberikan proses dan hasil produksi yang sempurna.

TPM telah mendapatkan momentum di berbagai industri manufaktur di Indonesia, seiring pabrikan bekerja untuk mengimplementasikan metodologi lean manufacturing dalam operasi mereka. Sementara implementasi TPM menjanjikan banyak manfaatbiaya yang lebih rendah, peningkatan moral karyawan dan efisiensi operasional yang lebih besarTPM juga memiliki beberapa kekurangan. 

Kekurangan terbesar adalah, TPM sangat sulit untuk digunakan secara efektif. Pakar dari Reliable Plant mengatakan bahwa TPM adalah strategi lean yang paling sulit untuk diterapkan dalam manufaktur, dan itu tidak salah.

Beralih kepada strategi TPM membutuhkan banyak perubahan, dan semua penyesuaian ini dapat membuat organisasi berebut untuk mendapatkan momentum di sekitar proyek mereka. Tiga tantangan terbesar dalam upaya implementasi TPM yang dihadapi organisasi di antaranya:

  1. Perubahan Budaya

Menyesuaikan budaya organisasi berdasarkan prinsip-prinsip TPM mungkin terdengar seperti konsep abstrak yang luas. Pada kenyataannya, ini melibatkan berbagai taktik praktis yang dapat ditindaklanjuti oleh organisasi yang dapat bertindak untuk memastikan kesuksesan. Beberapa pertimbangan terpenting, menurut Reliable Plant, meliputi:

  • Tetapkan kode etik formal yang menetapkan harapan tentang bagaimana karyawan diharapkan berinteraksi.
  • Dapatkan dukungan dari manajemen pada permulaan transisi dan pastikan untuk menjaga agar para pemimpin tetap mendukung.
  • Buat strategi perawatan untuk peralatan saat masih baru untuk menghindari jatuh ke dalam pola reaktif yang dapat merusak rencana TPM.
  • Tingkatkan harapan untuk pemeliharaan preventif dan prediktifantara 75 dan 90 persen tugas pemeliharaan (maintenance) harus termasuk dalam kerangka kerja ini.

Strategi spesifik ini dapat ditambahkan hingga menciptakan perubahan budaya dramatis yang berarti revitalisasi departemen pemeliharaan. Bagi sebagian besar organisasi, kecenderungan untuk menganggap tim maintenance sebagai penyerap biaya yang diperlukantetapi tidak secara strategis penting bagi bisnistelah menyebabkan kesenjangan yang signifikan antara departemen maintenance dan tim lainnya. Ini secara langsung memicu lingkungan di mana karyawan di bagian pemeliharaan cenderung bekerja reaktif dan sesuai panggilanbukan kontributor utama untuk operasi yang menghasilkan pendapatan.

Meruntuhkan harapan budaya ini sangat penting untuk keberhasilan TPM. Reliable Plant menunjukkan bahwa memperlakukan bagian maintenance sebagai kontributor utama bisnis adalah langkah pertama menuju kesuksesan TPM. 

Dari sana, kita bisa lakukan beberapa tips di atas dapat membantu organisasi mendorong perubahan budaya yang diperlukan. Pada akhirnya, kita akan mampu menciptakan koneksi dan kerja sama yang lebih baik antara tim maintenance dan seluruh organisasi.

 

  1. Penolakan Terhadap Perubahan

Suatu organisasi ibaratnya organisme yang hidup, dan beberapa cirinya adalah adanya kecenderungan penolakan terhadap perubahansebagai bentuk pertahanan diri agar tetap hidup. Ini sebenarnya adalah reaksi alami, karena tidak ada yang berubah dengan lancar dalam hitungan detik sepanjang hidup kita.

Alasan mengapa penolakan terhadap perubahan adalah masalah saat menerapkan TPM ada dua:

Bergantung pada proses kita saat ini, TPM mungkin menuntut perubahan signifikan pada alur kerja di perusahaan.

TPM menyiratkan peningkatan berkelanjutan yang berarti beberapa revisi dari satu alur kerjatidak mudah untuk konsisten dan melakukan upaya 100% setiap saat

Untungnya, selalu ada beberapa cara untuk menghadapinya.

Yang pertama adalah bahwa perubahan yang diperkenalkan mungkin sebenarnya berarti beban kerja karyawan kita akan berkurangsecara keseluruhan, TPM akan membuat pekerjaan sehari-hari mereka lebih mudah dan lebih efisien. Memastikan mereka tahu hal itu akan membuat mereka termotivasi untuk melakukan yang terbaik.

Yang kedua adalah memotivasi karyawan kita dengan menawarkan semacam hadiah. Kita memerlukan mekanisme kerja yang memastikan karyawan senang dengan situasi baru, dan mereka yang berkinerja terbaik akan dihargai. Ketika mereka melihat ganjarantak harus berupa manfaat finansialkita berada di jalur yang benar.

 

  1. Pemborosan Inventori 

Strategi pergudangan dan manajemen persediaan tradisional sering memisahkan bagian dan persediaan dari area produksi dan memungkinkan overhead inventori yang signifikan untuk menghindari kekurangan suku cadang. 

Strategi-strategi ini dapat secara langsung melemahkan strategi operasional lean, termasuk TPM, dan sebuah makalah penelitian yang diterbitkan dalam International Journal of Advanced Engineering Technology mengatakan kelebihan persediaan menyebabkan pemborosan.

Menetapkan strategi equipment effectiveness management memungkinkan produsen untuk:

  • Secara tepat mengukur sumber daya apa yang dibutuhkan oleh berbagai aset.
  • Identifikasi lokasi terbaik untuk menyimpan komponen dan persediaan agar tidak mengganggu, tetapi mudah diakses oleh tim pemeliharaan dan produksi.
  • Menetapkan aliran material yang konstan untuk merampingkan operasi.

Makalah tersebut menjelaskan bahwa pemangkasan inventori yang berlebih dan menyimpan sejumlah kecil bahan di dekat lini produksi membuat kita lebih mudah untuk membangun fungsi TPM dengan menyederhanakan proses manajemen peralatan.

Sistem manajemen pemeliharaan terkomputerisasi modern atau computerized maintenance management systems (CMMS) dapat menjadi sangat penting ketika mempertimbangkan strategi manajemen persediaan yang lebih strategis. CMMS memungkinkan pengguna untuk mencatat penggunaan sebagian dalam aplikasi yang menyertainya, dengan mudah melihat tingkat inventaris di beberapa lokasi dan menerima peringatan ketika persediaan perlu diisi ulang. 

Visibilitas hingga tingkat inventori membuat kita lebih mudah untuk membangun metode penyimpanan part dan material yang lebih fleksibel, di lokasi yang berlainan sesuai kebutuhan.

 

  1. Kurangnya Dukungan dari Top Management

Kita tidak dapat menerapkan TPM tanpa para pemimpin teryakinkan bahwa perubahan perlu diperlukan. Manajemen puncak harus menjadi kekuatan pendorong di balik setiap perubahan dan memimpin dengan memberi contoh.

Kita perlu memastikan jajaran top management menyadari bagaimana menerapkan perubahan yang direncanakan. Kita perlu mendorong mereka untuk merencanakan perubahan dan memiliki visi strategis tentang implementasi dari perubahan-perubahan ini.

Pendekatan ad-hoc terhadap implementasi TPMtanpa garis besar langkah-langkah yang diambil dan cara untuk mendeteksi kemajuanhanya akan memberikan statistik keberhasilan implementasi TPM yang rendah.

Inilah sebabnya mengapa penting bagi para stakeholder untuk membuat rencana dan bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki pemahaman lengkap tentang proses produksi. Kita tentu tidak ingin perubahan dipaksakan dalam alur kerja yang akan membuatnya kurang efisien.

Itulah sebabnya, para manajer dan pimpinan harus berpikir tidak hanya bagaimana perubahan tertentu akan memengaruhi satu proses tunggal, tetapi juga bagaimana perubahan itu akan memengaruhi semua orang dan proses yang terhubung dengannya.

 

  1. Mengabaikan Continuous Improvement

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh International Journal of Advance Research and Innovation menunjukkan perlunya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) sebagai prioritas utama untuk program TPM. Masalah budaya ini memainkan peran penting dalam program TPM karena strategi TPM perlu bergeser karena persyaratan bisnis, tuntutan mesin, dan keterampilan karyawan berubah. 

TPM bukan strategi set-it-and-forget-it. Sebaliknya, upaya tersebut membutuhkan komitmen untuk pertumbuhan yang konstan.

Sementara perbaikan terus-menerus mungkin tampak menakutkan, laporan itu juga mencatat bahwa pembandingan dan analisis kinerja sangat penting untuk TPM. Ini sejalan dengan peningkatan yang berkelanjutan. 

Produsen yang dapat memperoleh visibilitas ke dalam metrik kinerja utama dapat secara konstan mengevaluasi operasi mereka dan membuat penyesuaian kecil untuk proses, kebijakan, dan prioritas budaya yang sesuai. 

TPM mungkin sulit karena menuntut pertumbuhan yang konstan, tetapi manajemen kinerja yang efektif dapat memainkan peran penting dalam mendorong kesuksesan.

TPM adalah cara untuk membuktikan diri sebagai manajer atau pemilik perusahaan yang sukses. Kita akan menghadapi banyak tantangan dan hambatan, tetapi yang utama adalah  resistensi terhadap perubahan.

Karenanya, kita perlu meyakinkan semua orang di organisasi bahwa perubahan diperlukan dan akan memberikan manfaat bagi mereka semua. Setelah kita memiliki tim karyawan dan manajer yang berdedikasi, peluang implementasi TPM yang sukses di organisasi akan semakin terbuka.

 

Sumber: “The Challenges of Implementing Total Productive Maintenance” oleh Bryan Christiansen, “Total Productive Maintenance: An Overview” oleh Jonathan Trout, “3 TPM Implementation Challenges & What to Do About Them” oleh Grace Flack.

Related posts