Pengaruh 5G Untuk Produktivitas Industri di Indonesia

5G diharapkan dapat menciptakan model bisnis baru dalam layanan AR/VR, IoT, dan layanan yang sangat penting bagi perkembangan dan produktivitas industri di Indonesia. Untuk mewujudkan manfaat layanan 5G di Indonesia, dibutuhkan kemitraan antara para regulator, penyedia telekomunikasi, dan perusahaan.

Setelah bertahun-tahun digodok dalam perencanaan dan diantisipasi dengan penuh gairah, akhirnya teknologi 5G mulai muncul sebagai sesuatu yang nyata. Saat ini, sejumlah proyek terkait 5G sudah berjalan dengan baik dalam upaya industri digital untuk mencapai hasil.

Teknologi tercanggih dari jaringan super cepat ini menjanjikan peningkatan kecepatan data yang tidak hanya akan mengubah cara kita berinteraksi dengan internet, tetapi dapat membantu menghubungkan masyarakat pedesaan, meningkatkan inisiatif mobil swakemudi, dan meningkatkan produktivitas di berbagai industri, mulai dari industri perawatan kesehatan, manufaktur, hingga pariwisata.

Seperti yang disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Dr. Ir. Basuki Yusuf Iskandar, implementasi jaringan seluler 5G adalah kebutuhan yang tak terhindarkan. Penggunaan teknologi ini dapat mengubah gaya hidup tidak hanya konsumen, tetapi juga industri yang relevan karena 5G dapat memberikan latensi yang sangat rendah, jangkauan yang lebih besar, dan kecepatan data yang lebih tinggi.

Teknologi 5G diperlukan untuk memenuhi meningkatnya permintaan akan komunikasi data yang lebih cepat, lebih andal, dan aman. Ini akan memungkinkan 5G untuk melakukan tugas-tugas yang membutuhkan jaringan internet yang lebih stabil dan dapat diandalkan, seperti misalnya pengadaan kendaraan otonom dan kemungkinan melakukan prosedur bedah jarak jauh.

Saat ini, perusahaan teknologi terkemuka di seluruh dunia sedang bekerjasama dalam pengembangan, standardisasi, dan uji coba teknologi 5G. Indonesia pun tak mau ketinggalan. Sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk mempersiapkan Indonesia menyambut teknologi 5G yang diharapkan akan dikomersialkan mulai tahun 2019 ini, regulator dan penyedia layanan perlu membangun kemitraan untuk memperbarui teknologi.

Menurut temuan dalam penelitian bertajuk The 5G Economy yang di komisikan Qualcomm Technologies dan dilakukan bersama oleh perusahaan riset IHS Markit, PSB, dan Berkeley Research Group (BRG), implementasi teknologi 5G akan menghasilkan pendapatan hingga $3,5 triliun di 2035 dan mendukung sekitar 22 juta pekerjaan secara global.

Teknologi ini juga diharapkan menghasilkan barang dan jasa bernilai hingga $12,3 triliun yang didukung oleh 5G pada tahun 2035.

Dengan kemungkinan tak terbatas yang ditawarkan teknologi 5G, bisa dilihat betapa teknologi ini akan menguntungkan industri di Indonesia, khususnya dalam mengadopsi teknologi digital sebagai bagian dari Industri 4.0.

 

Peluang yang Ditawarkan 5G untuk Produktivitas Industri Indonesia

Jaringan 5G tidak hanya diharapkan memberikan latensi sangat rendah (serendah satu milidetik) dan kecepatan data tinggi secara konsisten (sekitar 100+ Mbps) di seluruh area jangkauan, tetapi juga untuk menciptakan model bisnis dan industri baru.

Dengan adanya peluang baru yang diciptakan 5G, diharapkan para pelaku industri dapat lebih kreatif dan mampu meningkatkan produktivitas dengan implementasi teknologi jaringan terbaru ini.

Peluang baru dalam virtual reality (VR) dan augmented reality (AR), Internet of Things (IoT) dan layanan mission-critical lainnya diharapkan akan berkontribusi secara signifikan terhadap ekonomi global, juga industri dan ekonomi Indonesia.

Seperti negara-negara lain di dunia, negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, berupaya memanfaatkan 5G secara efektif dan inovatif.

“Beberapa industri di kawasan ini akan mulai melihat keuntungan yang pasti (dari teknologi 5G),” kata Wakil Presiden Teknologi di Aricent R. Ezhirpavai. “Misalnya industri pertanian. Perkebunan besar di Indonesia menggunakan drone berteknologi 5G untuk mengumpulkan informasi tentang kondisi tanah dan tingkat kelembaban. Drone akan menangkap gambar lahan pertanian untuk mendapatkan detail perkebunan, tanah, cuaca dan mengirimkan gambar beresolusi tinggi lebih dari 5G untuk analisis– semuanya dalam waktu nyata.”

Teknologi yang sama juga digunakan untuk keperluan keselamatan publik. Pemantauan lalu lintas dan pengendalian keramaian adalah dua contoh yang telah diuji coba, dengan drone yang membantu menentukan posisi yang tepat, dan platform pengamatan berkelanjutan yang dapat menilai dan memantau situasi jauh sebelum kedatangan patroli polisi.

Perusahaan skala menengah dan perusahaan baru (startup), keduanya produktif di kawasan ASEAN termasuk Indonesia, juga akan memanfaatkan peluang yang ditawarkan 5G untuk menghasilkan pertumbuhan bisnis, produktivitas, dan mendukung inisiatif transformasi digital.

“Sementara teknologi yang dibutuhkan untuk kota pintar sudah ada, kapasitas untuk teknologi untuk beroperasi secara real-time di seluruh jaringan yang saling terhubung sebagian besar telah terhambat dan dibatasi oleh standar jaringan saat ini,” kata Anthony Ho, Direktur Manajemen Produk Regional di Equinix, sebuah perusahaan multinasional Amerika yang mengkhususkan diri dalam koneksi internet dan data center.

Oleh karena itu, 5G akan membantu pengembangan kota pintar di masa depan, mendukung aplikasi yang akan meningkatkan kehidupan warga dengan membawa efisiensi yang lebih besar kepada sejumlah besar layanan vital.

Indonesia sendiri telah meluncurkan uji coba untuk jaringan 5G di Jakarta dan Palembang selama Asian Games 2018. Perusahaan telekomunikasi Korea Selatan, KT, menggunakan gelaran olahraga tersebut untuk menunjukkan kemampuan 5G sebelum diluncurkan dalam layanan komersial di negara asalnya akhir tahun ini.

Mereka yang menonton pertandingan Asian Games di Indonesia dapat melakukan sejumlah aktivitas VR terkait olahraga yang berbeda, mengendarai kendaraan otonom dan menggunakan tablet yang semuanya ditenagai oleh teknologi 5G.

Namun, menurut Basuki, persiapan yang paling penting untuk implementasi 5G di Indonesia saat ini adalah mempersiapkan konsolidasi operator, agar frekuensi jaringan yang tersedia dengan sangat terbatas bisa dimanfaatkan sepenuhnya.

Saat ini, perusahaan teknologi terkemuka di seluruh dunia sedang bekerjasama dalam pengembangan, standardisasi, dan uji coba teknologi 5G.

 

Tantangan Penerapan Teknologi 5G di Indonesia

Tantangan berikutnya dalam penerapan teknologi 5G di Indonesia adalah memastikan spektrum frekuensi yang memadai dan sesuai untuk 5G.

Prinsip-prinsip desain dasar 5G membutuhkan sebuah platform yang akan menyatukan akses melintasi berbagai pita spektrumtermasuk pita sempit di bawah 1GHz, pita menengah dari 1GHz hingga 6GHz, dan pita lebar diatas 24GHz juga dikenal sebagai gelombang milimeterserta paradigma pengaturan termasuk spektrum berlisensi, yang tidak berlisensi, dan yang tersedia untuk umum.

Sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penyusunan peraturan yang dapat mengakomodasi kebutuhan semua pihak terkait dalam mengadopsi teknologi 5G, termasuk perkiraan penggunaan spektrum 28GHz dan untuk konsolidasi operator.

Operator juga diharapkan untuk menghitung investasi teknologi yang diperlukan untuk beralih dari 4G kepada jaringan 5G. Untuk fase transisi pertama, operator dapat memulai dengan penyebaran 5G-IoT, yang membutuhkan investasi lebih sedikit karena bandwidth yang lebih kecil dan persyaratan yang lebih sedikit untuk perangkat yang lebih sederhana.

Menurut Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos & Informatika (SDPPI) Kominfo Ismail MT, pemerintah memiliki empat masalah utama terkait implementasi 5G di Indonesia. Kekhawatiran ini adalah frekuensi yang akan diperlukan untuk 5G, peraturan, infrastruktur persiapan, dan infrastruktur pasif (pembagian lokasi fisik, bangunan, tempat penampungan, menara, catu daya, dan cadangan baterai di antara perusahaan penyedia layanan).

Tahun lalu, Ismail pernah membahas bahwa diskusi lebih lanjut harus dilakukan dan kemitraan dibuat antara pemerintah dan perusahaan telekomunikasi untuk mengatasi masalah frekuensi. Adapun soal peraturan, ia mengatakan bahwa pemerintah akan menerapkan peraturan proaktif untuk mempersiapkan implementasi 5G dalam waktu dekat dengan berfokus pada konten lokal.

Untuk persiapan infrastruktur dan infrastruktur pasif, ia mengatakan bahwa penting bagi pemerintah untuk membakukan masalah demi efisiensi.

Di sisi berlawanan dari spektrum 5G, meskipun ada keuntungan yang ditawarkan jaringan super cepat ini, komunitas pedesaan yang kurang padat tidak mungkin melihat manfaat dalam waktu dekat. Pita frekuensi tinggi yang dioperasikan oleh jaringan mungkin akan menyediakan kapasitas yang meningkat tetapi saat ini, mereka hanya mampu menempuh jarak yang lebih pendek.

Selain itu, ada biaya tinggi yang terkait dengan penyebaran 5G, yang berarti bahwa tanpa subsidi pemerintah, daerah-daerah terpencil akan bergantung pada operator jaringan untuk menyediakan infrastruktur yang diperlukan.

Dari sudut pandang penyedia layanan telekomunikasi, wakil presiden teknologi dan sistem Telkomsel Ivan C Permana, kepala regulasi dan hubungan pemerintah Indosat Fajar Aji Suryawan, dan perencanaan jaringan manajer umum XL Axiata Farid Hasanudin setuju bahwa penerapan 5G di Indonesia akan menciptakan model bisnis baru di masa depan, tetapi itu semua tergantung pada bagaimana industri akan menggunakan teknologi 5G tersebut.

Ivan memandang teknologi 5G bagaikan manusia yang bergerak dari menggunakan tenaga kuda kepada kendaraan atau mesin. 5G akan menciptakan banyak peluang dan pada saat yang sama, akan menjadi “ancaman” bagi ekosistem.

Menurut Farid, teknologi 5G mungkin akan memungkinkan otomatisasi dalam implementasinya, dan operator dapat menggunakan teknologi untuk memangkas spektrum biaya. Dengan potensi besar yang dimungkinkan oleh 5G, baik bagi konsumen dan ekonomi secara keseluruhan, penting bagi Indonesia untuk mempersiapkan kedatangan jaringan 5G tahun ini.

Namun, karena setiap negara di Asia Tenggara akan menyediakan teknologi 5G dalam waktu yang berbeda, ada persyaratan yang berbeda untuk setiap negara di kawasan ini. Pasar konsumen smartphone masih terus tumbuh dan karena semakin jenuh, ini akan berdampak pada cara 5G diimplementasikan dan masalah yang digunakan untuk menyelesaikannya.

Salah satu contohnya dapat dilihat pada pemanfaatan Internet of Things. Pasar IoT belum sepenuhnya matang di ASEAN, namun Ezhirpavai menjelaskan bahwa karena adanya 5G, sejumlah bisnis lokal sudah mulai menggunakan perangkat IoT skala besar.

“Beberapa negara Asia Tenggara juga ingin menggunakan 5G untuk verifikasi jalur produksi dan analisis sensor waktu nyata dalam perusahaan IoT. Dalam hal ini, 5G dapat dikirim melalui mid-band. Ini dapat mencakup area yang lebih besar dengan bandwidth yang lebih tinggi bagi spektrum untuk mencapai throughput yang lebih tinggi,” jelasnya

Namun, meskipun 5G adalah salah satu prinsip inti dari Revolusi Industri Keempat (Industry 4.0), sebagian besar negara yang ingin menggunakan 5G dalam dua hingga tiga tahun ke depan masih belum dapat menyediakan layanan 4G yang memadai untuk warganya.

Kota-kota besar termasuk Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Phnom Penh dan Jakarta semuanya saat ini memiliki kecepatan unduh di jaringan 4G yang peringkat kecepatannya di bawah rata-rata global, dengan pengguna di Yangon dan Ho Chi Minh melaporkan penurunan kecepatan koneksi karena semakin banyak orang yang terhubung ke jaringan 4G.

Pada akhirnya, kita dapat melihat bahwa teknologi 5G menawarkan potensi yang sangat besar untuk menunjang perkembangan dan peningkatan produktivitas industri. Namun, di wilayah yang memiliki kota-kota padat penduduk dan wilayah pedesaan yang luas, pemerintah dan perusahaan telekomunikasi perlu memastikan bahwa infrastruktur penunjang 5G harus tersedia tidak hanya untuk operator seluler, tetapi operator di pelosok, penyedia layanan lokal, pemilik gedung, pemilik pabrik dan kantor.

Hanya dengan cara itulah, segala keuntungan yang ditawarkan teknologi 5G bisa dinikmati dengan maksimal.

Related posts