VALUE PROFIT CHAIN: Hubungan antara Kepuasan Pelanggan dan Karyawan

Seorang pelanggan bernama Azfar membeli sebuah mobil pertamanya dari sebuah dealer resmi dari perusahaan otomotif terkemuka. Azfar baru saja berumur 25 tahun, dan dia suka sekali dengan model mobilnya tersebut. Mobilnya juga jarang sekali bermasalah seperti mobil tua keluarganya yang sebelumnya dia pakai. Dealernya yang berada dipusat kota, selalu konsisten memberikan pelayanan yang baik dan tidak pernah menghindari kebutuhan dan pertanyaan-pertanyaan Azfar selama ini. Setiap ada kerusakan, bengkel dari dealer tersebut melakukan perbaikan yang cepat dan tuntas, dan spare part juga tersedia.

Karyawan-karyawan dari dealer tersebut selalu berusaha ramah, bersahabat dan sangat membantu disetiap kesempatan saat berinteraksi dengan Azfar. Azfar membeli mobil tersebut dengan cara kredit. Dia menggunakan perusahaan pembiayaan yang juga group dari dealer tersebut dengan bunga yang sangat kompetitif. Azfar sering melihat mobil dengan tipe yang sama dengan yang dia beli muncul di media cetak dan elektronik, dimana perusahaan otomotif tersebut mengiklankan betapa mobil tersebut penuh dengan teknologi terbaru dan memiliki tingkat keselamatan yang tinggi.

Azfar kemudian berpikir bahwa perusahaan otomotif tersebut telah memberikan superior value disemua lini. Kemudian dia bercerita pengalaman positifnya kepada 10 orang rekan dan keluarganya dan membujuk lima diantaranya untuk berkunjung ke showroom dealer tersebut. Dua tahun kemudian Azfar menikah, dan istrinya membeli mobil baru dengan model yang berbeda namun dari merek yang sama dan dealer yang sama. Walaupun merek-merek mobil lain juga mengeluarkan iklan yang tidak kalah menariknya.

Kedengarannya sangat sederhana. Ini adalah cerita tentang pelanggan loyal. Perusahaan otomotif tersebut sekarang sudah punya pelanggan bernama Azfar yang akan berkontribusi profit yang signifikan kepada perusahaan tersebut, walaupun nama Azfar tidak muncul dalam daftar pelanggan yang membeli tahun itu. Kesederhanaan hubungan tersebut mungkin saja yang menjadi alasan kenapa sering dilupakan (manajemen perusahaan).

Masih banyak (manajemen) perusahaan yang masih meragukan adanya hubungan antara kepuasan pelanggan dengan dampak bisnis. Namun apakah memang ada hubungan antara kepuasan pelanggan dengan dampak bisnis?

Sudah banyak peneliti yang sudah mencoba melakukan riset untuk melihat keterkaitan keduanya, namun hanya sedikit yang mampu membuktikan secara empiris.

Diantara yang berhasil, misalkan Rust dan Zahorik (1993) yang melakukan riset di industri perbankan. Hasilnya mereka menyimpulkan bahwa retensi pelanggan adalah pendorong market share dan kepuasan pelanggan dterminasi utama dari retensi. Mereka juga menyimpulkan bahwa perusahaan yang meningkatkan kepuasan pelanggan akan meningkatkan jumlah retensi pelanggan yang akhirnya akan mendorong profitabilitas perusahaan.

Penelitian paling popular adalah hasil kerjasama antara Zeithalm, Berry dan Parasuraman (1996) yang telah melakukan riset dan menyimpulkan bahwa adanya hubungan antara kepuasan pelanggan dengan profitabilitas perusahaan dimana variable penghubung adalah retensi pelanggan.

Nelson dan Rust (1992) melakukan penelitian terhadap 15.000 pasien dari 51 buah Rumah Sakit, dan mereka juga menyimpulkan adanya hubungan antara Kepuasan Pelanggan dengan profit perusahaan.

Penelitian lain adalah yang dilakukan oleh lembaga kepuasan pelanggan di Amerika yaitu ACSI (American Customer Satisfaction Index) yang sejak tahun 1994 melakukan survei secara berkala meliputi 164 perusahaan dan 30 departemen pemerintah. Dan ACSI sudah melakukan interview lebih dari 250.000 pelanggan. Dan mereka menyimpulkan adanya hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan dimana loyalitas pelanggan adalah pendorong profitabilitas perusahaan.

 

Bila kepuasan pelanggan memang ada hubungannya dengan dampak bisnis, bagaimana pula hubungannya dengan kepuasan karyawan?

Dalam memberikan pelayanan prima kepada pelanggan ada tiga faktor utama yang harus dikelola dengan baik yaitu: Product, Process dan People. Apalagi dimensi kepuasan pelanggan banyak ditentukan oleh faktor manusia. Oleh karena itu tiga pilar ini harus sama-sama baik. Khususnya menyoroti pilar ketiga yaitu People (orang=karyawan), mereka tidak hanya dituntut “tahu” melayani tetapi juga “mampu” melayani. Namun tahu dan mampu tidak cukup, dibutuhkan satu hal lagi yaitu “mau” melayani.

Kalau kita bicara “kemauan” sudah pasti erat hubungannya dengan motivasi dan komitmen karyawan. Apabila mereka tidak puas, sudah pasti tidak akan muncul komitmen dan kemauan tadi. Untuk itu salah satu tugas penting (manajemen) perusahaan adalah memuaskan karyawannya.

Namun dengan memuaskan karyawan apakah ada hubungannya dengan dampak bisnis? Pertanyaan ini bisa dijawab oleh beberapa penelitian di bawah ini:

  • Studi yang dilakukan oleh: Iaffaldano & Muchinsky (1985); Petty, McGee & Cavender (1984). Kesimpulan: ditemukan adanya hubungan antara kepuasan karyawan dan produktifitas, dan sebaliknya produktifitas juga bisa mempengaruhi kepuasan karyawan.
  • Studi yang dilakukan oleh: Crampton & Wagner (1994); Michaels & Spector (1982); Mobley, Horner Hollingsworth (1978); Hulin, Roznowski & Hachiya (1985). Kesimpulan: ditemukan adanya hubungan antara kepuasan karyawan dan turnover karyawan.
  • Studi yang dilakukan oleh Rucci, Kirn & Quinn (1998); Johnson, Ryan & Schmit (1996 & 1994); Tornow & Wiley (1991); Wiley (1996); Wiley & Brooks (2000); Bernhardt, Donthu & Kennet (2000). Kesimpulan: ditemukan adanya hubungan antara kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan dalam service-oriented business.

Penelitian paling popular yang menunjukkan adanya hubungan antara kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan dilakukan oleh Heskett, Sasser & Schlesinger (1997)  dan dipublikasikan dalan jurnal Harvard Business School dan dalam bukunya yang berjudul “Service Profit Chain” seperti gambar di bawah ini:

 

Gambar 1. The Service Profit Chain

 

Kemudian mereka melakukan penelitian lanjutan dan menyempurnakan penelitiannya, dan mereka menuangkan dalam bukunya The Value Profit Chain (2003), seperi gambar di bawah ini:

 

Gambar 2. The Value Profit Chain

 

Lebih lanjut mereka menjelaskan hubungan dan keterkaitannya dalam diagram di bawah ini:

Gambar 3. The Value Exchange for Employees, Customers & Business Outcomes

 

Beberapa perusahan yang telah berhasil menerapkan model ini: Taco Bell, AC Nielsen, American Express, Continental Airlines, SYSCO, British Airways, Swedbank (Sweden), Bank of Ireland, Shouldice Hospital, Southwest Airlines dan Wal-Mart.

Dengan melihat adanya hubungan yang erat antara kepuasan pelanggan dengan kepuasan karyawan dalam dampak bisnis, diharapkan semakin meyakinkan kita untuk memuaskan keduanya, karena keduanya adalah aset penting keberlangsungan perusahaan. Namun darimana kita akan memulainya?

Langkah awal adalah dengan melakukan pengukuran (survei) secara eksternal (pelanggan) dan internal (karyawan) untuk memastikan bahwa perusahaan kita telah memuaskan keduanya. Bagaimana dengan perusahaan Anda?

 

PQM Consultants menyelenggarakan workshop Service Excellence Skills pada tanggal 27-28 Agustus 2019 dalam bentuk Public Training, informasi lebih lengkap dapat Anda simak di sini.

Related posts