Banyak yang bilang, “Implementasi Autonomous Maintenance (AM) itu mudah secara teori, tapi kenyataannya? Setengah hidup!”
Pernyataan ini tidak sepenuhnya salah. Jika kita hanya melihat dari sisi teknis, menjalankan Autonomous Maintenance memang terlihat simpel: siapkan form, alat kebersihan, peta bahaya, lalu jalankan pelatihan. Namun, di banyak organisasi, tantangan utama justru muncul dari aspek non-teknis—dan inilah yang paling sering membuat sustainment AM gagal di tengah jalan.
Artikel ini mengurai tiga tantangan non-teknis yang paling sering muncul saat implementasi Autonomous Maintenance, dan mengapa pengelolaan aspek ini menjadi krusial jika Anda ingin program AM bertahan dan berdampak nyata pada bisnis.

1. Rotasi Karyawan dan Putusnya Kompetensi AM
Salah satu problem klasik dalam Implementasi Autonomous Maintenance adalah habisnya masa kerja operator/teknisi yang sudah dilatih. Setelah berbulan-bulan mendidik seseorang hingga mahir menjalankan Autonomous Maintenance, tiba-tiba masa kerjanya habis atau orang tersebut dipindahkan.
Efeknya? Tim harus mengulang proses dari nol—lagi dan lagi.
Jika organisasi tidak punya strategi regenerasi dan dokumentasi kompetensi yang kuat, aktivitas AM bisa langsung “mati suri” hanya karena satu orang kunci hilang.
Solusi:
- Buat sistem onboarding AM untuk karyawan baru.
- Pastikan dokumentasi pekerjaan dan visual SOP tersedia di area kerja.
- Kembangkan mekanisme AM knowledge transfer antar generasi operator.
2. Turbulensi Organisasi: AM vs. Struktur & Perjanjian Kerja
Autonomous Maintenance seringkali dianggap “tugas tambahan” yang tidak tertulis dalam job description formal. Beberapa organisasi bahkan mengalami resistensi dari sisi hubungan industrial ketika AM dianggap menyentuh wilayah kerja teknisi, bukan operator.
Pertanyaan yang sering muncul:
“Apakah ini bukan tugas maintenance?”
“Apakah ini melanggar perjanjian kerja bersama?”
Solusi:
- Lakukan komunikasi intensif dengan perwakilan serikat atau HR sejak awal.
- Libatkan fungsi industrial relations dalam perencanaan program AM.
- Susun redefinisi peran dan kontribusi operator dalam AM secara kolaboratif, bukan sepihak.
3. AM Tidak Terhubung dengan Ukuran Keberhasilan Bisnis
Sering terdengar argumen seperti:
“Kenapa harus repot implementasi Autonomous Maintenance? KPI saya tercapai kok meskipun tanpa itu.”
Jika AM dianggap sekadar rutinitas tambahan yang tidak berdampak langsung ke performa unit atau individu, maka motivasi untuk menjalaninya pun akan cepat menguap.
Solusi:
- Di fase awal, pastikan program AM aligned dengan KPI tim dan departemen.
- Libatkan level manajemen dalam memberikan pengakuan terhadap hasil AM.
- Tampilkan data keberhasilan AM yang konkret (misalnya: pengurangan minor stop, OEE improvement, atau saving akibat early detection).
Implementasi Autonomous Maintenance Bukan Sekadar Checklist
Autonomous Maintenance memang tampak sederhana di atas kertas. Namun untuk benar-benar sustain dan memberi nilai tambah, kita harus mengelola aspek manusianya: mindset, relasi kerja, dan kesinambungan kompetensi.
AM bukan tentang alat, tapi tentang perilaku.
Dan perilaku hanya bisa berubah jika ditopang oleh sistem, strategi, dan kepemimpinan yang tepat.
Apakah organisasi Anda sudah siap bukan hanya memulai Autonomous Maintenance, tapi memeliharanya secara berkelanjutan? Simak topik-topik terkait TPM dan Autonomous Maintenance dari PQM Consultants melalui link berikut ini.
Artikel ini merupakan pengembangan dari tulisan Miky Nurhariadi di LinkedIn
Artikel Terkini
- 9 Alasan Mengapa Preventive Maintenance Sangat Penting Dilakukan
- Dari Pabrik ke Ruang Bermain: Bagaimana Prinsip 5R dan Montessori Berjalan Beriringan
- Panduan Lengkap Pelatihan APICS CLTD di Indonesia
- Panduan Lengkap Pelatihan APICS CSCP di Indonesia
- Transformasi Lean Berbasis ROI di Masa Krisis: Kisah Sukses PQM Consultants di PT Kerry Ingredients Indonesia