Apa yang kita semua rasakan dari tantangan bisnis saat ini? Setiap organisasi dituntut untuk dapat berkompetisi dengan segala tantangan yang ada, termasuk perubahan yang sangat cepat dan kemajuan teknologi. Hanya organisasi yang fleksibel, adaptif dan produktiflah yang dapat bertahan. Tuntutan besar yang dihadapi organisasi ini secara otomatis diturunkan ke setiap anggota di dalamnya. Untuk dapat menjawab tantangan tersebut, setiap organisasi harus menjadi organisasi pembelajar. Pedler, Boydell dan Burgoyne (1991) menjabarkan bahwa organisasi pembelajar adalah sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri.
Untuk menjadi organisasi pembelajar, Peter M. Senge (1992) menerapkan The Fifth Discipline:
Salah satu disiplin ilmu tersebut adalah Personal Mastery. Senge mengatakan “Organizations learn only through individuals who learn. Individual learning does not guarantee organizational learning. But without it no organizational learning occurs”. Dalam Personal Mastery, individu di dalam organisasi terus menerus memfokuskan diri untuk meningkatkan kapabilitas diri dengan memperdalam visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran dan melihat realitas secara obyektif. Sering kita lihat, seseorang penuh semangat saat memasuki organisasi baru. Namun setelah ia merasa “mapan” dalam organisasi tersebut, ia lalu kehilangan semangatnya. Bila kejadian ini umum terjadi, apakah organisasi tersebut bisa terus bertahan dalam jangka panjang? Untuk tetap dapat bersaing di era global, organisasi harus memiliki anggota tim yang terus menerus mengasah dirinya.
Personal Mastery bukanlah sesuatu yang sudah anda miliki dan juga bukan sesuatu yang diberikan oleh perusahaan, tapi merupakan sebuah proses, sehingga dibutuhkan komitmen yang tinggi dari setiap anggota tim untuk terus menerus mempertahankan dan mengembangkannya. Personal Mastery juga bukan berarti kita membatasi diri, namun merupakan pemahaman mengenai diri sendiri. Personal Mastery mengajarkan seseorang untuk tidak menurunkan visi dirinya dalam merespon keadaan dan mendorong seseorang untuk bisa memilih, karena memilih adalah tindakan yang akan menentukan nasib selanjutnya.
Untuk melihat lebih jelas bagaimana seorang individu menerapkan Personal Mastery, mari kita belajar dari seorang tokoh dalam film yang diangkat dari kisah nyata “Something The Lord Made”.
Vivien Thomas, seorang pria kulit hitam yang mempunyai passion di dunia kedokteran namun tidak bisa mewujudkan cita-citanya karena terbentur masalah biaya. Setelah dipecat dari pekerjaannya sebagai tukang kayu, ia bekerja sebagai petugas kebersihan di laboratorium dr. Alfred Blalock, seorang dokter bedah yang sedang mengadakan penelitian mengenai baby blue syndrome di Universitas Johns Hopkins. Di sela-sela kesibukannya, ia membaca buku-buku kedokteran dr. Blalock. Sang dokter yang melihat kejadian ini lalu menanyakan apa cita-cita Vivien. Ia lalu mengujinya dengan menyuruh Vivien mengambil gelas-gelas laboratorium dengan penjepit gelas. Vivien dapat melakukannya dengan sangat mahir. Sang dokter pun akhirnya memberikan jas putih laboratorium kepada Vivien.
Vivien yang sangat antusias akhirnya berhasil menemukan cara yang tepat dalam menangani bayi biru. Cara ini dipraktekkan oleh sang dokter dan memberi terobosan baru dalam dunia kedokteran. Sang dokter yang berhasil mengoperasi sang bayi berkata kepada Vivien “This looks like something the Lord made”. Namun karena masalah rasisme masih sangat tinggi di Amerika pada saat itu, nama Vivien tidak pernah disebut dalam pemberitaan di media. Sebagai warga kulit hitam, Vivien juga menerima gaji yang setara dengan gaji karyawan untuk jabatan yang paling bawah. Namun karena kecintaannya pada dunia kedokteran dan kegigihannya dalam belajar mengantar Vivien menjadi kepala laboratorium setelah dr. Blalock meninggal dunia. Didukung dengan adanya perubahan sistem pemerintahan di Amerika dengan menghapus diskriminasi ras, Universitas Johns Hopkins akhirnya mengakui kontribusi Vivien dalam dunia kedokteran. Vivien menerima gelar “Honorary Doctorate” dan ditunjuk sebagai pengajar ilmu bedah di Johns Hopkins Medical School. Lukisan dirinya juga ikut menghiasi dinding universitas, bersanding dengan lukisan dr. Blalock dan dokter terkenal lainnya di universitas tersebut.
Vivien Thomas memiliki karakteristik Personal Mastery dalam dirinya. Karakterisitik Personal Mastery menurut Marty Jacobs (2007) yang dikaitkan dengan tokoh Vivien adalah:
- Memiliki sense khusus mengenai tujuan hidupnya:Vivien tahu apa visi dirinya, apa yang ingin ia raih.
- Current Reality:dalam diskusinya dengan dr. Blalock, Vivien tidak mendasari dirinya pada asumsi-asumsi semata, namun mencoba melihat beberapa kemungkinan dari situasi yang ada.
- Terampil mengelola Creative Tension: Vivien menyadari adanya kesenjangan antara visi yang ingin dicapai dengan kenyataan yang dihadapi, namun ia mampu menyeimbangkan tegangan dengan cara berpikir positif dan kreatif dengan segala keterbatasan yang ada.
- Melihat perubahan sebagai suatu peluang:bekerja dengan dr. Blalock dilihat Vivien sebagai kesempatan baginya untuk bisa mempelajari buku-buku kedokteran. Ketika ia dipercaya menjadi asisten dr. Blalock, ia mengambil kesempatan itu untuk belajar menerapkan langsung ilmu yang dicintainya sejak dahulu.
- Rasa ingin tahu yang mendalam:terus belajar dan melakukan berbagai eksperimen untuk menemukan teknik bedah yang efektif, membawanya menemukan solusi.
- Hubungan personal:Vivien dan dr. Blalock mempunyai hubungan personal yang kuat dalam mencapai visi mereka. Namun Vivien tidak membiarkan hubungan personal ini menginjak harga dirinya. Saat ia mendapat gaji yang rendah dan namanya tidak disebut oleh dr. Blalock sebagai bagian dari tim, ia berani menanyakan langsung hal ini dan mengutarakan kekecewaannya.
- Berpikir sistem:Vivien dan dr. Blalock mengambil peran yang berbeda untuk mencapai visi besar mereka, yaitu merubah baby blue menjadi baby pink. Masing-masing menyadari peran dan kontribusinya, serta bersinergi untuk mencapai visi tersebut.
Vivien Thomas adalah contoh nyata seseorang yang selalu mengembangkan Personal Mastery: memiliki visi pribadi, memiliki mental yang tangguh untuk terus belajar, serta mampu mengatasi kelemahan diri. Betapa kayanya organisasi kita bila di dalamnya ada anggota yang mau terus belajar seperti Vivien. Mari kita wujudkan organisasi tempat kita bekerja menjadi organisasi pembelajar, dengan dimulai dari diri setiap anggotanya untuk menjadi personal mastery. “If you want to have a positive impact on your children, your family, your community or even the whole world, you need to be a master – of yourself”
Dian Ananda Setiawan